Guru besar Universitas Pertahanan Salim Said mengatakan, jabatan
Panglima TNI adalah hak prerogatif Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Namun, menurutnya akan lebih baik jika Jokowi melihat ke belakang untuk
menentukan siapa yang berhak duduk di kursi Panglima TNI.
Salim
menyatakan, saat ini akan tepat jika Panglima TNI berasal dari TNI
Angkatan Udara. Hal itu merujuk pada kesempatan yang telah diberikan
sebelumnya kepada TNI Angkatan Darat dan TNI Angkatan Laut.
"Saya
berpendapat, akan lebih baik jika kali ini KSAU yang menjadi Panglima
TNI. Karena Angkatan Darat sudah 2 kali dan Angkatan Laut juga sudah 2
kali. Maka saya harap Pak Presiden angkat AU buat jadi Panglima TNI kali
ini," kata Salim di Menteng, Jakarta, Sabtu (6/6/2015).
Meski
begitu, ia mengingatkan bahwa menurut undang-undang, yang boleh menjadi
Panglima TNI haruslah masih aktif bertugas di kesatuannya. Tentunya juga
berpengalaman sebagai kepala staf angkatan.
"Di undang-undang
kan sudah jelas itu, syarat untuk menjadi Panglima TNI itu sedang atau
masih menjadi kepala staf angkatan. Jadi yang sudah pensiun jelas tidak
boleh," jelas Salim.
Selain yang disebutkan di atas, dia
menegaskan bahwa semua jenderal bintang 4 yang kini menjadi kepala staf
memenuhi syarat untuk duduk di kursi Panglima TNI. "Jabatan Panglima itu
boleh bergantian, tapi tidak harus. Tetaplah hak prerogatif presiden,"
tutup dia.
Masa jabatan Panglima TNI Jenderal Moeldoko memang
akan segera berakhir dan Jokowi sudah harus memasukkan nama calon
Panglima TNI yang baru pada Juni 2015 ke DPR.
Moeldoko menjabat Panglima TNI sejak 2013. Berdasarkan UU TNI, jabatan Panglima TNI dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap angkatan yang menjabat kepala staf angkatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar